KUMPULAN BENCANA ALAM

Selasa, 03 September 2013

Tsunami di Mentawai

Pengungsi korban tsunami yang dikonsentrasikan di Kilometer 37 Pulau Pagai Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, tiga hari terakhir ini tak mendapat makan dan minum yang cukup. Salah satu penyebabnya, lagi-lagi, adalah minimnya koordinasi di lapangan. Di kawasan itu setidaknya ada 500 pengungsi, termasuk anak- anak dan anak balita. Mereka berasal dari sejumlah dusun, antara lain Purourougat, Asahan, Bake, dan Maurau. Sejak Selasa lalu tak hanya jatah makan yang kurang, tetapi pengungsi juga tak mendapat sarapan. Selasa dan Rabu pengungsi diberi makan, masing-masing, mulai pukul 13.00 dan 15.00. Kemarin, pengungsi baru diberi makan pukul 14.00. Itu pun hanya sebagian yang mendapat jatah. Akibat jumlah konsumsi sangat terbatas, kemarin, yang diprioritaskan mendapat makanan adalah anak-anak. Itu pun tidak semua anak kebagian. Stok air mineral bahkan habis total. Tak sedikit anak balita yang menangis kelaparan. Tak ada yang proaktif Meskipun krisis makanan sangat terasa di Km 37 itu, tak ada satu pun aparat pemerintah yang mengoordinasi pendistribusian makanan bagi pengungsi tersebut. Tak ada yang proaktif mencarikan solusi. Hal yang terjadi selama tiga hari belakangan ini adalah konsumsi baru tersedia setelah pengungsi berteriak-teriak. Tak jarang, ibu-ibu membawa anak- anak mereka yang menangis kelaparan ke dapur umum. Dapur umum yang diawaki sepuluh perempuan tak mampu menyediakan konsumsi sebagaimana kebutuhan pengungsi yang semakin bertambah banyak. Selain tenaga terbatas, peralatan masak juga terbatas. Stok bahan makanan di Km 37 juga diperkirakan habis Jumat ini. ”Dapur umum sudah kewalahan,” kata Yusnidar Salamoisa (40), salah satu petugas dapur umum. Menanggapi hal itu, pengungsi menyatakan, mereka bersedia memasak sendiri. Mereka hanya membutuhkan peralatan masak berikut minyak tanah, bahan pangan yang cukup, dan akses air bersih yang memadai. Namun, ketiga hal yang disebutkan pengungsi itu sama sekali belum tersedia di Km 37. Di samping persoalan makanan, Km 37 juga belum dilengkapi sarana mandi, cuci, kakus (MCK) sekaligus akses air bersih. Hari-hari mendatang diperkirakan akan semakin banyak pengungsi yang datang ke Km 37. Penanggung Jawab Badan Nasional Penanggulangan Bencana di Sikakap, Endang Suhendar, yang dimintai komentarnya tentang masalah ini, mengatakan, ia telah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan pelayanan. ”Jika masih ada kekurangan, artinya masih perlu peningkatan kinerja,” katanya. Klik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar